Friday, January 4, 2013

Perlindungan Hukum terhadap TKI Masih Lemah

Rabu, 2 Januari 2013

JAKARTA (Suara Karya): Ketua Umum DPP Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Humphrey Djemat mengatakan, masalah utama yang dihadapi tenaga kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri sepanjang 2012 adalah masalah hukum. Ribuan TKI belum mendapatkan perlindungan hukum secara maksimal dari negara.

Dewan Pimpinan Pusat AAI, satu-satunya organisasi advokat yang konsern dalam mengadvokasi TKI menilai bahwa perlindungan negara terhadap TKI masih jauh dari harapan.

"Sepanjang 2012, perlindungan terhadap TKI oleh pemerintah masih bersifat parsial, sehingga negara dinilai tak memberi perlindungan maksimal terhadap TKI di luar negeri," kata Ketua Umum DPP AAI Humphrey Djemat,kemarin.

Mantan Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) TKI yang dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini memiliki banyak catatan terhadap masalah TKI sepanjang 2012.

Pertama, perlindungan terhadap TKI belum dilakukan secara maksimal mulai dari tahap pengrekrutan, prapenempatan, tahap penempatan di luar negeri dan tahap purnapenempatan. Kedua, pemahaman perlindungan TKI belum dilihat secara konferensif, yaitu dari hulu (Indonesia) dan kondisi di hilir (di negara penempatan).

Ketiga, masalah perlindungan TKI di negara penempatan khususnya di Arab Saudi dan Malaysia sebenarnya telah mendapat perhatian lebih serius dari pemerintah sejak dibentuknya Satgas Penanganan Kasus WNI/TKI di luar negeri yang terancam hukuman mati (Satgas WNI/TKI). Satgas WNI/TKI telah melakukan upaya yang sangat progresif dan substansial di setiap perwakilan untuk memberikan perlindungan hukum yang maksimal bagi WNI/TKI yang terancam hukuman mati.

Keempat, dengan keterlibatan Satgas WNI/TKI telah menghasilkan konsep yang jelas bagi perlindungan TKI sehingga terbentuk SOP (Standart Operasi Prosedur) di dalam menangani suatu masalah. Pada akhir masa tugasnya Satgas WNI/TKI telah membebaskan 76 orang dari hukuman mati, yaitu : 24 orang di Saudi Arabia, 27 orang di Malaysia, 22 orang di RRT, 2 orang di Iran dan 1 orang di Singapura.

Kelima, Satgas WNI/TKI memandang perlunya perlindungan hukum yang dilakukan oleh negara dalam penempatan TKI khususnya di Arab Saudi dan Malaysia, mengingat banyaknya tenaga kerja Indonesia di kedua negarab tersebut.

Namun perlu diketahui kedua negara tersebut belum mempunyai undang-undang atau peraturan yang mengatur perlindungan hukum bagi tenaga kerja di sektor informal.

Keenam, untuk masalah perlindungan TKI pada tahap purna penempatan ternyata peranan konsorsium asuransi proteksi TKI sangat mengecewakan. TKI menjadi sapi perahan bagi pihak konsorsium asuransi. Bekerja sama dengan BNP2TKI, AAI memberikan bantuan hukum cuma-cuma mendampingi para TKI yang bermasalah dalam mendapatkan klaim asuransinya. (Lerman Sipayung)

 


 

 

Best Regards :

Selvi Aldriani – 0817.487.0850

R&D and Technical Advisor

PT. Dian Makmur Jaya Abadi

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment