I.
PENDAHULUAN
Dalam
industri asuransi, pengetahuan tentang kondisi keuangan sebuah perusahaan
asuransi menjadi sesuatu yang penting. Hal ini disebabkan karena, perusahaan
asuransi yang menjual produk asuransinya yaitu berupa jaminan atas kerugian yang harus ditanggung karena
terjadinya resiko-resiko bahaya yang dijamin dalam sebuah polis.
Kepercayaan
atas sebuah perusahaan asuransi dari para nasabahnya, dilandasi oleh faktor
kesehatan keuangan perusahaan asuransi tersebut secara khusus adalah untuk
dapat memberikan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh nasabahnya, dan
secara umumnya, sebuah perusahaan asuransi dipercaya dapat memenuhi seluruh
kewajibannya melalui bukti bahwa kondisi keuangan perusahaan asuransi tersebut
cukup sehat dalam menjalankan usahanya dengan memiliki aset dan kekuatan modal
melebihi dari total kewajiban yang dimilikinya.
Berangkat
dari latar belakang tersebut, pemerintah melalui departemen keuangan,
menetapkan peraturan perundang-undangan , yaitu Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KMK/017/1999
tentang kesehatan perusahaan asuransi dan reasuransi tertanggal 7 oktober 1999.
Dalam
undang-undang no. 2/1992 dinyatakan ahwa perusahaan pialang asuransi dan
perusahaan pialang reasuransi mempunyai tugas dan fungsi untuk mewakili kepentingan
nasabah dalam hal terjadinya transaksi kontrak asuransi. Implikasi dari tugas
dan fungsi ini menjadikan perusahaan Pialang asuransi dan reasuransi memiliki
tanggung jawab terhadap keamanan dana yang diberikan oleh klien serta mampu
memenuhi janji oleh perusahaan penanggung maupun penanggung ulang.
II.
RISK
BASED CAPITAL
A.
DEFINISI
RISK BASED CAPITAL
Risk Based Capital adalah salah satu metode pengukuran Batas Tingkat
Solvabilitas yang disyaratkan dalam undang-undang dalam mengukur tingkat
kesehatan keuangan sebuah perusahaan asuransi untuk memastikan pemenuhan
kewajiban Asuransi dan Reasuransi dengan mengetahui besarnya kebutuhan modal
perusahaan sesuai dengan tingkat resiko yang dihadapi perusahaan dalam
mengelola kekayaan dan kewajibannya.
B.
TUJUAN
RISK BASED CAPITAL
Tujuan dari Risk Based Capital
adalah untuk :
1.
Mengetahui besarnya kebutuhan modal perusahaan
sesuai dengan tingkat resiko yang dihadapi perusahaan dalam mengelola kekayaan
dan kewajibannya.
2.
Mengukur tingkat kesehatan keuangan.
3.
Mengurangi biaya insolvency
4.
Menentukan faktor resiko yang proporsional
terhadap resiko insolvency.
5.
Membantu regulator (pemerintah) dalam mengukur
nilai aktual dari ekuiti.
6.
Mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang.
C.
METODE
PERHITUNGAN RISK BASED CAPITAL
Metode perhitungan
Risk Based Capital sebagaimana diatur dalam SK DJLK No. 5314/LK/1999 didasari
pada 4 komponen yaitu :
1.
Schedule
A – Asset Default
Digunakan untuk menghitung besarnya dana/modal yang harus tersedia dalam
rangka mengantisipasi terjadinya resiko penurunan nilai kekayaan dan atau
kehilangan pendapatan yang berasal dari kekayaan tersebut.
Cara perhitungan :
Kekayaan yang
diperkenankan (Admitted Asset ) X faktor
yang diasumsikan
Semakin besar faktor yang
dikenakan terhadap suatu jenis kekayaan maka semakin tinggi pula faktor resiko
yang diasumsikan.
2.
Schedule
B – Currency Mismatch
Digunakan untuk menghitung besarnya dana/modal yang tersedia dalam rangka
mengantisipasi terjadinya resiko fluktuas dalam setiap jenis mata uang yang
dapat menyebabkan meningkatnya jumlah kewajiban yang harus ditanggung
perusahaan.
Schedule ini dihitung hanya apabila perusahaan memiliki kekayaan (yang
diperkenankan) dan atau kewajiban dalam mata uang asing selain kekayaan dan kewajiban dalam mata uang
rupiah.
Cara perhitungan :
Jumlah kewajiban
----------------------------------------------------
Jumlah Kekayaan
yang diperkenankan
(Admitted Asset )
Catatan : Untukj setiap
masing-masing mata uang.
Jika perusahaan memiliki jumlah kewajiban adalam suatu mata uang lebih
besar dari kekayaan yang dimilikinya, maka untuk setiap selisih kewajiban atas
kekayaan dikenakan faktor sebesar 0.5.
Kelebihan kekayaan dalam mata uang rupiah tidak diperhitungkan dalam
penentuan besarnya dana yang harus ada.
Contoh :
-
Admitted asset : Rp. 1,000
-
Liability : Rp. 1,500
-
Maka perhitungannya adalah sbb :
(1,500 –
1,000) x 0.5 = 250
3. Schedule
C – Claim experience worse than expected
Digunakan untuk
menghitung besarnya dana/modal yang harus tersedia dalam rangka mengantisipasi
terjadinya resiko bahwa jumlah klaim yang telah diperkirakan ternyata lebih
kecil dari pada jumlah klaim yang sesungguhnya terjadi.
Cara
perhitungan schedule ini terbagi dalam 4 Bagian yaitu :
A. Asuransi
Kecelakaan Diri
Nilai Pertanggungan
Retensi Sendiri X faktor yang
diasumsikan
B. Asuransi
Kesehatan
Dalam asuransi kesehatan, tertanggung dimungkinkan untuk mengajukan
klaim lebih dari satu kali selama satu periode kontrak selama sisa jumlah uang
pertanggungannya masih ada.
Cara
perhitungan :
a. Klaim-klaim
baru
Diasumsikan
untuk pertanggungan yang belum pernah diajukan klaimnya dicadangkan suatu dana
yang besarnya didasarkan kepada jumlah pendapatan premi netto yang berasal dari
pertanggungan tersebut.
b. Klaim-klaim
lanjutan
Diasumsikan bahwa untuk
pertanggungan yang sudah pernah diajukan klaimnya dicadangkan suatu dana yang
besarnya didasarkan pada jumlah cadangan yang berasal dari pertanggungan
tersebut.
C. Klaim-klaim
masa lalu
Pendapatan premi netto x faktor
resiko yang ditetapkan + proyeksi claim
D. Klaim-klaim
masa depan
Cadangan klaim x faktor resiko yang ditetapkan untuk
masing-masing resiko.
Cara
perhitungan terdiri dari 2 :
a. Cadangan
klaim yang berasal dari klaim dalam proses yang dibentuk perusahaan untuk
masing-masing cabang asuransi.
b. Cadangan klaim yang berasal dari IBNR (incured
but not reported) yang dibentuk perusahaan untuk masing-masing cabang asuransi.
4. Schedule
D – Reinsurance Risk.
Digunakan untuk menghitung dana/modal yang harus tersedia untuk
mengantisipasi terjadinya resiko reasuransi menghadapi kesulitan keunagan
sehingga tidak dapat membayar klaim yang menjadi kewajibannya.
Berdasarkan K DJLK dikenakan bia penalti untuk schedule ini hanya untuk penempatan reasuransi pada
reasuradur luar negeri dengan peringkat dibawah BBB.
TAHAP PENYESUAIAN
-
Triwulan pertama 2000, 5% dari batas tingkat
solvabilitas minimum.
-
Sejak akhir tahun 2000, 15% dari batas tingkat
solvabilitas minimum.
-
Sejak akhir tahun 2001, 40% dari batas tingkat
solvabilitas minimum.
-
Sejak akhir tahun 2003, 75% dari batas tingkat
solvabilitas minimum.
- Sejak
akhir tahun 2004, 120% dari batas tingkat solvabilitas minim
No comments:
Post a Comment